Selamat Datang di Notebook Sharie

Selasa, 12 April 2016

[Review] The Girl On The Train





Judul                                 : The Girl On The Train
Penulis                               : Paula Hawkins
Penerbit                            : Doubleday, Random House Group Company
Penerjemah                       : Ingrid Nimpoeno
Editor                               : Rina Wulandari
Penerbit di Indonesia        : Noura Books (PT Mizan Publika)
Terbit                               : Agustus 2015
Tebal                                 : 431 Hal.
ISBN                                 : 978-602-0989-97-6


Rachel menaiki kereta komuter yang sama setiap pagi. Di pinggiran kota London, keretanya akan berhenti di sebuah sinyal perlintasan, tepat di depan rumah nomor lima belas. Tempat sepasang suami istri menjalin kehidupan yang tampak bahagia, bahkan nyaris sempurna. Pemandangan ini mengingatkan Rachel pada kehidupannya sendiri yang sebelumnya sempurna.
Pada suatu pagi, Rachel menyaksikan sesuatu yang mengejutkan. Hanya semenit sebelum kereta mulai bergerak, tapi itu pun sudah cukup. Kini pandangannya terhadap pasangan itu pun berubah.

************

SINOPSIS

Dia terkubur di bawah pohon birkin perak, di dekat rel kereta api tua, kuburannya ditandai dengan tumpukan batu. Sesungguhnya hanya setumpuk kecil batu. Aku tidak ingin tempat peristirahatannya tampak mencolok, tapi aku tidak bisa meninggalkannya tanpa kenangan. Dia akan tidur dengan damai disana, tak seorangpun mengusiknya, tidak ada suara kecuali kicau burung dan gemuruh kereta yang melintas.

Rachel, seorang alcoholic, yang setiap hari berpura-pura berangkat bekerja ke London. Ia selalu menaiki kereta pukul 8.04 pagi hari dari Ashbury ke Euston. Kereta itu selalu berhenti di sebuah sinyal perlintasan di pinggiran kota London. Dimana ia selalu berkesempatan melihat  rumah bernomor lima belas, rumah yang dimiliki oleh sepasang suami istri, yang ia beri nama Jason dan Jess.  Rachel dapat memperhatikan tingkah laku pasangan tersebut dari balik jendela kereta, yang menurutnya merupakan pasangan yang hebat dan sempurna. Namun, penilaiannya berubah pada suatu pagi, saat dirinya melihat Jess bersama lelaki lain.

Aku bisa melihat Jess di kebunnya, dan di belakangnya tampak seorang lelaki berjalan keluar dari rumah. Dia membawa sesuatu – mungkin secangkir kopi – aku memandangnya dan menyadari bahwa dia bukan Jason. Lelaki ini lebih tinggi, langsing, berkulit lebih gelap. Dia teman keluarga; dia saudara laki-laki Jess atau Jason. Dia membungkuk, meletakan kedua cangkir itu di meja logam di beranda mereka. Dia sepupu dari Austalia, menginap selama beberapa minggu; dia teman terlama Jason, pengiring mempelai laki-laki di pernikahan mereka. Jess berjalan mendekat, memeluk pinggang lelaki itu, lalu menciumnya, anjang dan mendalam.
(Hal. 37)

Sabtu, 13 Juli, Rachel memutuskan untuk memberitahukan hal tersebut kepada Jason. Namun, ia ragu. Bukan tentang Jess, tetapi ragu kalau dirinya akan kembali ke Blenheim Road. Rumah Jess dan Jason hanya berjarak empat pintu dari rumahnya dahulu, rumah nomor dua puluh tiga yang sekarang menjadi tempat tinggal dari mantan suaminya, Tom Watson, bersama isterinya, Anna dan anak perempuannya yang masih bayi, Evie.

Anna membenci Rachel, karena Rachel masih sering menghubungi suaminya, sering berkeliaran di sekitar rumahnya, bahkan ia pernah menerobos masuk ke rumahnya dan menggendong Evie.

Keesokan harinya, ia membaca sebuah berita, bahwa Jess, yang bernama asli Megan Hipwell menghilang pada sabtu malam itu. Sayangnya Rachel tidak dapat mengingat sepenuhnya kejadian hari itu, karena ia dalam keadaan sangat mabuk.

Terjadi sesuatu, aku tahu itu. Aku tidak bisa membayangkannya, tapi bisa merasakannya. Bagian mulutku terasa sakit, seakan aku telah menggigit pipi bagian dalamku, dan ada bau logam darah di lidahku. Aku merasa mual, pening. Kutelusuri kedua tanganku ke rambut, ke atas kulit kepala. Aku tersentak. Ada benjolan, empuk dan menyakitkan, di sisi kanan kepalaku. Rambutku kusut oleh darah. (Hal.51)

Rachel mencoba mengembalikan ingatannya tentang hari itu. Sulit, karena ia juga harus berusaha menjauhi pengaruh alcohol yang menguasainya. Akhirnya ia memberitahu Scott Hipwell, suami Megan bahwa istrinya berselingkuh. Scott yakin bahwa lelaki yang sesuai ciri-cirinya adalah Dr. Kamal Abdic, terapis Megan yang disarankan oleh dirinya sendiri.

Semakin Rachel berusaha menemukan jejak ingatannya yang hilang, semakin ia dilanda ketakutan. Takut jika ingatan tersebut tidak sesuai harapannya. Dan fakta bahwa Megan ditemukan dalam keadaan tak bernyawa dan sedang mengandung.


***

Ini novel thriller pertama yang ditulis oleh Paula Hawkins. Penulis menceritakan dari tiga sudut pandang yang berbeda, yaitu Rachel, Megan dan Anna. Dan uniknya, ketiganya adalah perempuan. Perempuan dengan segala permasalahannya dalam pernikahan mereka, tentang masa lalu, tentang kecanduan alkohol.
Alurnya dibuat maju dan mundur secara bergantian. Awalnya membuat saya sedikit bingung, dan mengharuskan saya membuka halaman sebelumnya, untuk melihat tanggal kejadian ketiga tokoh tersebut bercerita. Tapi selanjutnya, seperti kereta yang sedang bergerak, meluncur dengan cepat di atas rel, penulis membuat saya tak bisa berhenti membaca. Saya dibuat penasaran dengan semua tokoh dalam novel tersebut hingga halaman terakhir.
Saya dibuat terkejut dengan ending-nya. Penulis memberikan fakta-fakta yang mencengangkan di akhir cerita. sangat brilian. novel ini recomended untuk pembaca yang menyukai thriller. Saya memberi rate 4/5 untuk novel ini.



Tidak ada komentar:

[Review & Giveaway] Blogtour The Boy Who Bought Me Breakfast During The Whole Year - Ikumisa

Judul: The Boy Who Bought Me Breakfasy During The Whole Year Penulis: Ikumisa Penerbit: Haru Terbit: Februari 2019 Tebal: 356 ISBN: ...